Rabu, 30 Juli 2008

Lagenda Raja Buaya Sumatera Selatan

Sumatera Selatan, sebagai daerah yang dipenuhi rawa-rawa dan dilewati banyak sungai, memiliki populasi yang cukup banyak dan penampakan buaya merupakan hal biasa. Bahkan di kalangan masyarakat dikenal pula ilmu buaya. Yakni ilmu hitam, yang mana pemiliknya akan berubah menjadi buaya kalau sudah meninggal dunia.

Di tepian Sungai Musi, Palembang, banyak legenda mengenai buaya yang diceritakan turun temurun, salah satunya legenda buaya putih. Beberapa tempat yang diyakini tempat munculnya buaya putih adalah di aliran Sungai Ogan, seperti di bawah jembatan Ogan, Kertapati, Palembang dan lokasi pedalaman sungai Ogan. Munculnya buaya putih ini diyakini selalu menjadi pertanda akan terjadi bencana besar di Sumsel atau di Indonesia.

Demikian juga warga di Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir, Sumsel. Mereka sangat percaya dengan legenda-legenda mengenai buaya. Sebagian besar warga Pemulutan percaya, nenek moyang mereka adalah buaya. Sebab ilmu buaya banyak dikuasai masyarakat Pemulutan dan ada yang menjadi pawang buaya. Banyak warga Pemulutan yang dapat berubah menjadi buaya jika masuk ke dalam sungai atau rawa. Ini adalah ilmu hitam yang biasanya dikuasai para bandit.

Di masyarakat Palembang juga ada kisah/legenda menarik dari abad ke-16. Saat itu raja Palembang bingung bagaimana mengatasi buaya-buaya yang berada di Sungai Musi. Buaya-buaya itu ganas dan dapat membuat warga terancam nyawanya. Lalu, sang raja mendatangkan seorang pawang buaya dari India. Dengan janji akan memberikan banyak hadiah, sang raja meminta si pawang menjinakkan buaya-buaya di sungai Musi. Buaya-buaya itu pun jinak. Si pawang pun menerima banyak hadiah.

Kemudian raja mengajak sang pawang ke daerah pedalaman yang banyak buayanya. Kembali pawang itu menaklukkan buaya-buaya menjadi jinak. “Coba kau buat buaya-buaya itu kembali menjadi ganas. Aku mau tahu bagaimana kehebatan ilmumu?” kata sang raja.

Pawang yang sudah mabuk pujian itu kemudian membuat buaya-buaya itu menjadi ganas. Ayam dan ternak yang dilempar ke sungai dengan cepat dimakan buaya. Dan, ketika si pawang lengah, seorang prajurit kerajaan Palembang mendorong pawang ke gerombolan buaya. Tak ayal si pawang itu mati dimakan buaya. Lokasi terbunuhnya pawang itu diperkirakan di pesisir timur Sumatera Selatan, seperti Pulaurimau, atau di kawasan Pemulutan.

Kalau pawang ini tidak dibunuh, saya khawatir dia dapat mempermainkan kita. Atau, kalau dia tidak senang dengan kita, buaya-buaya di sungai Musi dibuatnya menjadi ganas lagi, kata sang raja.Oleh karena itu, tidaklah heran, buaya di sungai Musi dengan buaya di daerah pedalaman Sumatra Selatan berbeda karakternya. Di sungai Musi tidak ada buaya yang bersifat ganas, meskipun saat ini sudah jarang terlihat, berbeda dengan daerah pedalaman yang terkenal dengan buayanya yang ganas-ganas.